Sains merupakan suatu tubuh
pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan.
Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang
digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah,
kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat
satu sama lain saling berinteraksi (Widyatiningtyas, 2009). Menurut
Widyatiningtyas (2009), pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia
nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains.
Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam
mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi
berdasarkan keputusan tertentu.
Pendidikan sains pada hakekatnya
merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang
hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan
pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan
sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan
sains secara khusus, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah
(Amien, 1992 dalam Widyatiningtyas, 2009).
Program pembelajaran dengan
pendekatan STM pada umumnya mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
- Identifikasi masalah-masalah setempat.
- Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam
memecahkan masalah.
- Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari
informasi untuk memecahkan masalah.
- Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
- Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
- Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep-konsep saja
yang harus dikuasai siswa dalam kelas.
- Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat
menggunakan dalam memecahkan masalah.
- Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan
sains dan teknologi.
- Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga
negara identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan.
- Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Untuk mengimplementasikan
pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009)
mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan
upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang
berhubungan preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut
adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan
penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
Fase Invitasi
Pada Preservice teachers
(PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa
kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal,
tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk
penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam
kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui
siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui
siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari.
Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa
mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat
dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis
informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi,
perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber
informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan
untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang
hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki
sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk
pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam
Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua
ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan
sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di
labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap
kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan
konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal
pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang
disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.
Fase Mengusulkan Penjelasan dan
Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan
mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam
penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di
lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka,
dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan
tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan
kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang
diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila
selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi
yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan
penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui
penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian
tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada
akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan
kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan
dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan
temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini
melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya
anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan
mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal
ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam
Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan
pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan
melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian
terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan
sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang
berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat
mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam
Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
- Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan
sehari-hari.
- Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan
sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
- Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang
terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
- Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan
masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
- Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep
ilmiah.
Menurut Yagger (1994), penilaian
terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan
dengan menggunakan lima domain, yaitu:
- Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta
dan generalisasi.
- Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep
atau penyelidikan.
- Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi
yang baru atau dalam kehidupan.
- Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas
pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara
personal.
- Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains,
belajar sains, guru sains dan karir sains.
No comments:
Post a Comment