faktor Kimiawi perairan

     zonasi sungai


             a. pH


    Nilai pH menyatakan konsentarasi ion hidrogen (H+) dalam larutan atau didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Dalam air yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+ dan OH־ berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH = 7. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut sebagai larutan asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan dikenal dengan larutan basa. Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam kuat ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup biota, karena akan menggangu proses metabolisme dan respirasi. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan logam berat seperti aluminium memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Sedangkan keseimbangan amonium dan amoniak akan terganggu apabila pH air terlalu basa. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga toksik terhadap biota.

    b. DO

    DO atau oksigen terlarut merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air. Kelarutan O2 di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral terlarut dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C°, yaitu sebesar 14,16 mg/l. Konsentrasi ini akan menurun seiring peningkatan ataupun penurunan suhu.
    Sumber utama DO dalam perairan adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan/pengikatan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara. Sedangkan berkurangnya DO dalam perairan adalah kegiatan respirasi organisme perairan atau melalui pelepasan secara langsung dari permukaan perairan ke atmosfer. Pengaruh DO terhadap biota perairan hanya sebatas pada kebutuhan untuk respirasi, berbeda dengan pengaruh suhu yang cenderung lebih komplek. Beberapa organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang memungkinkan dapat hidup pada kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah. Beberapa contoh species yang memiliki kemampuan ini adalah larva dari Diptera dan Coleoptera serta larva dan pupa dari Culex sp. Organisme ini mempunyai sistem trachea terbuka seperti yang dimiliki oleh insekta terrestrial. Organisme ini dapat mengambil oksigen untuk respirasi dengan mengambil dari udara di permukaan air. Kemampuan tersebut menjadikan organisme ini dapat digunakan sebagai bioindikator ekosistem perairan yang tercemar oleh buangan limbah organik.
    Beberapa organisme perairan juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang miskin oksigen seperti yang dilakukan oleh Planaria sp. Organisme ini apabila dalam perairan oksigen terlarut sangat rendah maka akan menurunkan konsumsi oksigen untuk respirasi, selanjutnya kekurangan oksigen tersebut akan dikompensasi pada proses respirasi selanjutnya dengan meningkatkan konsumsi oksigen, jadi organisme ini memiliki mekanisme yang unik dengan menyimpan oksigen di dalam tubuhnya untuk dimanfaatkan ketika lingkungan DO nya rendah. Mekanisme lain ditunjukan oleh species cacing Tubifex sp yang dapat hidup pada kondisi perairan tercemar bahan organik dan miskin oksigen terlarut. Mekanisme yang dilakukan oleh cacing ini adalah dengan membenamkan bagian kepalanya ke dalam lumpur sedangkan tubuh yang lain menjulur ke perairan. Dengan luas permukaannya organisme ini menyerap langsung DO melalui seluruh bagian tubuh yang menjurai ke dalam air. Secara umum organisme perairan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap DO rendah pada suhu yang relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan oksigen untuk proses fisiologis dan reaksi biokimiawi dalam tubuh organisme.


    c.    BOD

    Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme aerob untuk aktivitas hidup. Secara spesifik dalam hal ini adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk mendegradasi senyawa organik dalam perairan. Setelah melalui berbagai proses penelitian yang panjang dan berulang-ulang berhasil ditentukan pengukuran BOD dilakukan selama 5 hari atau dikenal dengan BOD5 pada suhu 20° C. Selisih antara oksigen terlarut pada hari ke-0 dengan oksigen terlarut yang diukur setelah hari ke-5 yang didedah pada suhu 20° C disebut sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam perairan.
    Nilai BOD menunjukkan kandungan bahan organik dalam perairan, semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut banyak mengandung bahan organik di dalamnya. Demikian juga sebaliknya, apabila nilai BOD rendah maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin bahan organik.

    d.   COD

    Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) menunjukan jumlah oksigen total yang dibutuhkan di dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa kimiawi yang masuk ke dalam perairan seperti minyak, logam berat maupun bahan kimiawi lain. Besarnya nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiaei yang ada di dalam perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan rendahnya senyawa kimia di dalam perairan. BOD dinyatakan dalam mg/lt

    e.    CO2

    CO2 dalam air meskipun sangat mudah larut dalam air tetapi umumnya berada dalam keadaan terikat dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3). Keterikatan CO2 dalam air dalam bentuk H2CO3 sangat dipengaruhi oleh nilai pH air. Pada pH Air yang rendah (pH = 4) karbondioksida berada dalam keadaan terlarut, pada pH antara 7 – 10 semua karbondioksida dalam bentuk ion HCO3־, sedangkan pada pH sekitar 11 karbondioksida dijumpai dalam bentuk ion CO32- , sehingga dalam keadaan basa akan menyebabkan peningkatan ion karbonat dan bikarbonat dalam perairan.

    Karbondioksida dalam air dapat berasal dari pengikatan langsung dari udara bebas, dan melalui proses respirasi organisme. Karbondioksida dalam perairan sangat dibutuhkan terutama oleh tumbu-tumbuhan air termasuk algae untuk fotosistesis. Ada perbedaan mendasar antara fotosintesis yang berlangsung pada tumbuhan aquatic dengan fotosintesis tumbuhan tersestrial. Sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses fotosintesis tumbuhan terestrial sepenuhnya langsung diambil dari atmosfir, sementara proses fotosintesis dalam lingkungan aquatic tergantung pada sumber karbondioksida yang terlarut dalam air. Ada jenis tumbuhan air yang dapat memanfaatkan karbondioksida bebas yang terlarut dalam air secara langsung, tetapi karena pH dalam perairan umumnya netral, maka jarang ditemukan karbondioksida dalam bentuk bebas. Berdasarkan pada sumber karbondioksida yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis, maka tumbuhan air dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:

    a. Tipe fontinalis, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan karbondioksida bebas, seperti pada lumut air (Fonatinalis sp)

    b. Tipe Elodea, yaitu tumbuhan air yang untuk fotosintesis selain membutuhkan karbondioksida bebas juga dalam bentuk ion-ion karbonat

    c. Tipe Scenedesmus, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan ion bikarbonat, biasanya dilakukan oleh ganggang hijau

    Pada perairan yang mengandung kalsium tinggi, karbondioksida akan berikatan dengan kalsium karbonat membentuk kalsium hidrogen bikarbonat. Senyawa ini akan menjadi cadangan karbondioksida untuk fotosintesis.






    Asdak, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada university press. Yogyakarta
    Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Medan : Universitas Sumatera Utara

    -------, 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
    Jakarta.
    Odum, T. Howard.1992. ekologi system. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rajawali


    Comments

    Popular posts from this blog

    kurikulum KTSP IPA SD/MI

    Mekanisme Sorting Protein dari Sitosol ke Organel

    Zonasi sungai