Sunday, October 6, 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Sebagai Supervisi Akademik

Assalamualikum wr wb. Pada tulisan ini saya akan membahas koneksi antar materi pada modul 2.3.

Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik memberikan gambaran baru bagi saya terkait dengan supervisi akademik yang dapat menunjang guru dalam menerapakan pembelajaran pembelajaran yang berpihak pada murid.

A.    Konsep Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Terdapat banyak model pendekatan yang dapat digunakan oleh seseorang untuk mengembangkan orang lain yaitu Mentoring, Konseling, Fasilitasi dan Training. Berikut saya simpulkan perbedaan dari masing-masing pendekatan.

Pembeda

Coaching

Mentoring

Konseling

Fasilitasi

Training

Kedudukan Antar Pelaku

Relasi setara, coach memandu coachee untuk menemukan solusi sendiri.

Relasi antara mentor (lebih berpengalaman) dan mentee (kurang pengalaman).

Relasi antara konselor (ahli) dan klien (butuh bantuan).  

Relasi fasilitator (pemandu proses) dan peserta (partisipan).

Relasi trainer (ahli) dan peserta (pembelajar).           

Tujuan

Membangun kesadaran dan tanggung jawab individu untuk mencapai tujuan tertentu.

Mengembangkan karir atau keterampilan dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan.

 

Menyelesaikan masalah emosional, psikologis, atau pribadi.

Membantu kelompok mencapai tujuan atau hasil yang telah disepakati.

Memberikan pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan baru kepada peserta.

 

Model

Dialog terbuka, menggunakan pertanyaan reflektif dan pemikiran kritis (misalnya Alur TIRTA).

Pembimbingan berkelanjutan melalui pengalaman nyata, saran, dan nasihat (lebih informal).

Terapi atau diskusi terarah untuk menangani masalah personal atau emosional (misalnya pendekatan psikoterapi).

Proses kolaboratif yang melibatkan seluruh kelompok, biasanya tidak memberikan jawaban tetapi memandu proses.

Pelatihan terstruktur dan formal dengan modul-modul yang jelas, menggunakan metode instruksional.

Kesimpulan

Coaching memberdayakan coachee untuk menemukan solusi melalui refleksi diri dan pemikiran kritis.

Mentoring berfokus pada pengembangan jangka panjang melalui bimbingan berdasarkan pengalaman mentor.

 

Konseling bertujuan membantu individu mengatasi masalah pribadi atau emosional dengan dukungan profesional.

Fasilitasi membantu kelompok menemukan solusi atau mencapai tujuan bersama melalui kolaborasi tanpa instruksi langsung

Training memberikan instruksi langsung dan berstruktur untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan peserta.

 

Mari kita membahas lebih dalam tentang coaching ini. Untuk dapat melakukan coaching kita perlu memahami kompetensi inti dalam Coaching.  Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti namun untuk kebutuhan Pendidikan Guru Penggerak, kita mempelajari  3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah.

B.    Coaching dalam Konteks Pendidikan

Filosofi pemikiran KHD menekankan kepada Pendidikan bahwa mendidik itu adalah menuntun murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya. Konsep menuntun ini selaras dengan tujuan coaching itu sendiri. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada  agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. 

Semboyan Pendidikan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani menjadi ruh semangat yang melandasi ketrampilan guru dan murid dalam menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani yang bermakna dari belakang memberikan dorongan dapat dijadikan rujukan saat coaching untuk mendorong murid menemukan Solusi atas permasalahannya sendiri. Dalam pendekatan coaching kepada murid seorang guru perlu menghayati dan memaknai cara berpikir ata paradigma pemikiran KHD. Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Dalam konteks Pendidikan coaching juga dapat diterapkan dalam kegiatan disekolah maupun diluar sekolah. Coaching ini juga dapat disebut sebagai paradigma berpikir among. Berikut ciri-ciri paradigma berpikir among.



Penerapan coaching tidaklah mudah perlu memperhatikan beberapa hal. Kompetensi inti yang perlu diperhatikan dalam coaching yaitu:

1.     Kehadiran Penuh / Presence

2.     Mendengarkan Aktif

3.     Mengajukan Pertanyaan Berbobot

C.    Coaching sebagai landasan berpikir supervisi Akademik

Kegiatan supervisi akademik bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru. Dalam pelaksanaannya kegiatan supervisi akademik ini seperti kegiatan yang sangat menakutkan bagi guru yang disupervisi. Guru merasa akan dihakimi baik atau buruknya guru tersebut dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. hal ini tentunya akan menyebabkan tujuan dari supervisi akademik ini tidak akan tercapai, dan guru yang mendapatkan “jatah” supervisi ini akan merasa tertekan karena takut salah. Untuk mengatasi permasalahan ini supervisi akademik dengan paradigma coaching dapat dijadikan sebagai solusinya.

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita  menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. 

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

1.     Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

2.     Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3.     Terencana

4.     Reflektif

5.     Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6.     Berkesinambungan

7.     Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Supervisi akademik dilaksanakan berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah. Pelaksanakan supervisi akademik dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Supervisi akademik yang dapat diterapkan yaitu model supervisi klinis. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas.

Kegiatan dalam supervisi klinis yaitu:

1.     Pra-observasi

Pertemuan pra-observasi ini merupakan percakapan yang membangun hubungan antara guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan kompetensi diri 

2.     Observasi

Aktivitas kunjungan kelas yang dilakukan oleh supervisor

3.     Pasca-Observasi

Percakapan supervisor dan guru terkait hasil data observasi, menganalisis data, umpan balik dan rencana pengembangan kompetensi. Proses percakapan bersifat reflektif dan bertujuan perbaikan ke depan. 

 

Kegiatan supervisi tidak berhenti pada saat kegiatan pasca-observasi dilakukan. Prinsip berkesinambungan dan memberdayakan mengharuskan supervisor untuk meneruskan hasil dari tahapan pelaksanaan supervisi akademis sebagai bahan dalam proses tindak lanjut yang meliputi refleksi, perencanaan pengembangan diri dan pengembangan proses pembelajaran. Tindak lanjut dapat dilakukan melalui kegiatan langsung maupun tidak langsung, seperti percakapan coaching, kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi, diskusi, serta berbagai aktivitas lainnya yang memberi kesempatan bagi guru untuk belajar dan berkembang. Kegiatan ini dapat dilakukan secara rutin sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri guna meningkatkan kompetensi.

 

D.    Refleksi diri terhadap Modul 2.3

1.    Pengalaman yang didapatkan

Modul 2.3 ini memberikan saya Gambaran dan pemahaman tentang bagaimana seharusnya supervise akademik itu dilaksanakan. peran seorang coach dalam supervisi akademik berfokus pada pengembangan profesional guru. Pendekatan coaching mendorong guru untuk mengeksplorasi potensi diri mereka, memahami kekuatan, dan merancang strategi untuk peningkatan pembelajaran.

2.     Perasaan yang dirasakan

Saya memiliki antusiasme untuk menerapkan coaching sebagai pendekatan baru dalam supervise akademik. Saya juga memiliki rasa tanggung jawab untuk lebih memahami dinamika yang dihadapi guru-guru, serta tantangan dalam membangun hubungan yang kolaboratif dan mendalam.

3.    Hal baik yang saya peroleh

Saya mendapatkan pemahaman baru selama diskusi dan aktivitas refleksi yaitu tentang pentingnya mendengarkan secara aktif dan bertanya secara reflektif dalam proses coaching

4.     Penerapan di masa mendatang.

Saya berencana untuk mempraktikkan coaching secara lebih terstruktur dalam supervisi akademik di sekolah, dengan fokus pada pengembangan profesional guru yang berkelanjutan, mirip dengan cara kami mendorong siswa untuk terus berkembang melalui KIR.

EKeterkaitan dengan modeul sebelumnya, Tantangan, dan Solusi dalam penerapan supervisi akademik berparadigma coaching

 

Coaching sangat terkait dengan pembelajaran berdiferensiasi yang dipelajari di modul sebelumnya, di mana peran seorang pemimpin pembelajaran adalah mengakomodasi perbedaan individu. Begitu juga dengan pembelajaran sosial dan emosional yang mengajarkan pentingnya mendukung kesejahteraan emosional dalam pembelajaran.

Dalam diri saya sendiri, saya sadar bahawa coaching bukan hanya tentang bertanya dan memberikan arahan, tetapi lebih kepada membangun ruang reflektif di mana guru dapat menemukan solusi sendiri. Ini sejalan dengan prinsip diferensiasi pembelajaran yang diulas di modul sebelumnya, di mana setiap guru dan siswa memiliki jalur perkembangan yang unik.

Salah satu tantangan besar adalah waktu dan kesiapan guru untuk terlibat dalam sesi coaching, mengingat beban kerja mereka yang tinggi. Selain itu, kemampuan untuk menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi guru untuk terbuka dan reflektif juga memerlukan strategi khusus.

Solusi yang dapat diterapkan adalah merancang sesi coaching yang lebih fleksibel, misalnya dengan pendekatan micro-coaching yang tidak terlalu memakan waktu namun tetap efektif. Selain itu, saya juga bisa memperkenalkan sesi refleksi bersama sebagai bagian dari budaya sekolah.

Demikian tulisan saya tentang modul 2.3 ini. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca.


 


No comments:

Post a Comment

Koneksi antar materi modul 3.2 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya dan pengimplementasian di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.  a.   ...