Friday, August 16, 2024

Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 : Budaya Positif di Sekolah


Peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah / kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak. 

Berdasarkan Modul yang sudah saya pelajari baik dari modul 1.1 sampai dengan modul 1.4. saya akan mengambil peran sebagai seorang manajer dan fasilitator dalam kegiatan Pembelajaran. Sebagai seorang manajer dan fasilitator, menciptakan budaya positif dilingkungan sekolah adalah tanggung jawab utama. Budaya positif yang akan saya kembangkan berlandasan konspe-konsep seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Dalam pelaksanaannya saya tidak akan menggunakan model hukuman dan penghargaan sebagai alat utama dalam memotivasi murid. Sebaliknya saya akan mengarahkan motivasi mereka berdasarkan keyakinan dan kemauan dalam diri setiap murid.

Saya akan menjadikan filosofi KHD sebagai landasan penting dalam membangun budaya positif disekolah, yaitu dengan menekankan kolaborasi antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebagai fasilitator saya akan memastikan semua elemen akan terlibat aktif dalam mendukung Pendidikan murid. Konsep KHD tentang Ing ngarso sung tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut wuri Handayani akan saya integrasikan dengan budaya positif disekolah. Saya akan memberi teladan didepan (Ing Ngarsa Sung Tuladha) dengan menunjukan sikap adil dan positif. Di Tengah saya akan membangun semangat dengan mendukung murid dalam menemukan motivasi intrinstik mereka sendiri. Di belakang saya akan memberikan dorongan dengan menggunakan pendekatan segitiga restitusi yang memungkinkan murid bertanggung jawab atas Tindakan mereka dan belajar dari kesalahan tanpa terpaksa.

Sebagai guru penggerak saya memiliki peran menjadi pemimpin pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada transfer of knowledge (transfer ilmu) tetapi juga pada pembentukan karakter positif murid. Saya juga akan menggerakan komunitas praktisi untuk mengembangkan bahkan menemukan praktik-praktik terbaik yang berpusat pada murid. Dalam hal ini menjadi coach guru lain dan pendorong kolaborasi sangat penting untuk memastikan bahwa komunitas akan bergerak Bersama mewujudkan budaya positif. Nilai-nilai Guru Penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid akan menjadi panduan saya dalam setiap langkah yang saya ambil.

Saya memiliki visi mewujudkan insan yang bertaqwa, cerdas, berjiwa wirausaha, dan berwawasan global. Supaya visi ini dapat tercapai saya akan terus mendorong murid untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Saya percaya dengan menciptakan budaya positif dan berlandaskan pemikiran Pendidikan dari KHD, saya akan mampu membentuk generasi yang tidak hanya berprestasi dibidang akademik, namun juga memiliki karakter yang tahan banting dan mampu menghadapu tantangan global dengan percaya diri.

           

Refleksi Terhadap Pemahaman Modul Budaya Positif

Pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Hal-hal yang menarik dan di luar dugaan.

Dari modul 1.4 ini saya memperoleh banyak pengalaman yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan saya Ketika menjadi seorang pendidik. Sebelumnya saya memahami bahwa kata disiplin merupakan aktivitas membuat seseorang menjadi patuh dan mentaati. Dalam konteks disiplin positif, disiplin berarti sebuah kesadaran diri untuk berperilaku disiplin. Poin yang perlu digaris bawahi yaitu kesadaran diri atau motivasi internal. Jika tidak memiliki motivasi internal, maka sesorang perlu orang lain (eksternal) untuk mendisiplinkan diri. Sesuai dengan pemikiran KHD yang menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin kuat”. Kemudian ditegaskan bahwa disiplin disini adalah disiplin diri yang memiliki motivasi internal. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Diane Gossen.

Pada teori kontrol saya tertarik dengan pemikiran Dr. William Glasser dalam Control Theory / Choice Theory. Dari pemikirannya saya mendapatkan Kesimpulan bahwa guru tidak dapat mengontrol murid, namun muridlah yang memilih untuk patuh terhadap kontrol atau menolak kontrol tersebut. kemudian penguatan positif dan kritik juga tidak dapat menguatkan karakter seseorang karena suatu saat dia akan menyadari kemudian hal tersebut tidak akan efektif lagi. Kemudian saya mendapatkan pengetahuan tentang 5 posisi kontrol. Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

Manusia bergerak / berbuat karena memiliki tujuan, jika kita ingin mengubah perilaku manusia / murid kita tinggal merubah tujuan murid tersebut. pada teori kebutuhan dasar manusia diketahui bahwa jika salah satu kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi maka akan memicu respon yang tidak normal dari, seperti perilaku agresivitas, mengganggu, atau perilaku yang menentang nilai Kebajikan. Dengan begitu salah satu Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku murid yang tidak sesuai dengan nilai Kebajikan adalah dengan melihat latar belakangnya kemudian menganalisis apakah ada kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia meliputi, kebutuhan bertahan hidup, penguasaan, kasih sayang dan rasa diterima, kesenangan, dan kebebasan.

Keyakinan kelas merupakan kesepakatan yang dibuat oleh warga kelas berdasarkan nilai Kebajikan yang diyakini dan tidak ada paksaan. Keyakinan kelas berbeda dengan peraturan kelas. Letak perbedaan yaitu keyakinan kelas memiliki konsekuensi yang disepakati Bersama sehingga Ketika melaksanakan konsekuensi tersbut murid tidak merasa terpaksa. Sedangkan peraturan kelas bersifat memaksa dan wajib dilaksanakan.

Segitiga restitusi merupakan model penanganan murid bermasalah dengan tujuan menemukan Solusi permasalahan dan tidak mengakibatkan murid merasa dihakimi. Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untu menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Segitiga restitusi meliputi menstabilkan kondisi, validasi Tindakan, dan menanyakan keyakinan.

Hal yang menarik menurut saya yaitu semua materi yang saya pelajari disini sangat menarik. Tentang posisi kontrol dimana Ketika kita bertindak sebagai penghukum atau pembuat rasa bersalah hal ini menyebabkan banyak dampak negative salah satunya murid akan cenderung menilai dirinya berada diluar dunia berkualitas, melemahkan mentalnya, dan murid akan terbiasa bertindak dengan motivasi eksternal bukan dari internal. Tentang kebutuhan dasar manusia, jika kita mampu menganalisis kebutuhan murid yang belum terpenuhi maka kita dengan mudah dapat menganalisis Solusi dari permasalahan murid tersebut. keyakinan kelas dan segitiga restitusi yang menambah wawasan saya dalam menangani permasalahan dalam dunia Pendidikan.

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah setelah mempelajari modul

Perubahan yang terjadi dalam cara berpikir saya yaitu saya akan lebih dalam dan analitis lagi dalam memahami dan memaknai permasalahan yang ditimbulkan oleh murid. Saya harus memahami latar belakang mengapa murid melakukan perilaku yang bertentangan dengan nilai Kebajikan. Saya juga akan menggunakan pendekatan restitusi untuk mengetahui latar belakang yang mendorong murid melakukan perilaku tersebut, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi murid. Saya dulu berpikir sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada murid, namun setelah mempelajari modul ini saya merasa baru berpihak pada murid dalam porsi kecil. Berpihak pada murid tidak hanya pada saat aktivitas kegiatan KBM, namun juga dalam segala aspek.

Sebagai pendidik saya cenderung lebih menekankan model penguatan positif dengan model penghargaan dan hukuman. Setelah mempelajari modul ini saya sadar bahwa model ini hanya mampu mempengaruhi perilaku murid dalam jangka waktu yang tidak lama. Suatu saat jika tidak diberikan perlakuan yang sama maka murid tidak akan melakukan Tindakan sesuai nilai Kebajikan. Kita perlu memunculkan motivasi instrinsik dalam diri murid sehingga akan bertahan lama, dan ada atau tidaknya penghargaan maupun hukuman murid tetap melakukan perbuatan sesuai dengan nilai Kebajikan.

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah.

Saya bertugas di sekolah penggerak, budaya positif sudah diterapkan di sekolah saya. Membuat keyakinan kelas  dan menerapkan pendekatan restitusi sudah diterapkan.

Perasaan yang saya alami Ketika mengalami hal yang sudah disebutkan.

Hal yang saya rasakan pertama kali Ketika mengalami hal tersebut yaitu rasa tidak kurang yakin dan menolak. Saya merasa pengetahuan dan pengalaman yang sudah saya alami selama ini berbeda dengan konsep disiplin positif. Saya terbiasa dengan konsep penghargaan dan hukuman, sehingga Ketika pertama kali mendapatkan pengetahuan tentang disiplin positif ada pertentangan dalam logika berpikir saya. Namun seiring perjalanan waktu dan belajar sesuai dengan konsep arahan yang terdapat pada kurikulum Merdeka saya mulai terbuka menerima konsep ini. Walaupun terkadang masih muncul kebiasaan lama yaitu metode pendekatan penghargaan dan hukuman dalam memotivasi murid.

Pengalaman dalam penerapan konsep-konsep budaya positif yang sudah baik, dan yang perlu diperbaiki.

Penerapan budaya positif di sekolah kami sudah berjalan dalam beberapa tahun ini. Setiap guru sudah menerapkan pembuatan keyakinan kelas dan tidak lagi menggunakan peraturan kelas, penanganan murid bermasalah juga sudah menerapkan pendekatan restitusi. Hal yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan adalah kesabaran dan konsistensi dalam penerapan budaya positif. Sering kali penerapan budaya positif ini menimbulkan banyak pertanyaan karena tidak serta merta dapat mengubah perilaku murid sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para guru. Kami para guru juga harus menyadari mengubah perilaku sesorang dengan pengalaman dimasa lalu yang masih melekat tentunya tidak mudah, perlu banyak energi dan waktu. Kesabaran dan konsistensi semua warga sekolah diperlukan dalam perwujudan budaya positif disekolah.

Posisi Kontrol yang saya ambil sebelum mempelajari modul dan setelah mempelajari modul, perasaan serta perbedaanya.

Sekolah penggerak menuntut saya untuk mengambil posisi sebagai manajer dalam berinteraksi dengan murid. Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir saya sudah mengambil posisi sebagai manajer, namun setelah saya merefleksikan diri dan melakukan evaluasi saya cenderung mengambil posisi sebagai pemantau. Setelah mempelajari modul ini saya akan mulai mengambil posisi sebagai manajer, posisi pemantau sudah baik karena tetap menciptakan kontrol positif terhadap murid. Namun sebagai seorang guru penggerak saya akan mengambil posisi manajer sehingga dapat menciptakan dunia berkualitas untuk murid-murid saya dan mereka juga masuk kedalam duani berkualitas tersebut. perasaan saya tentunya kaget, karena saya merasa sudah menjadi manajer namun ternyata cenderung berada pada posisi pemantau. Perbedaan posisi pemantau dan manajer yaitu pada posisi pemantau masih menggunakan pendekatan penghargaan dan hukuman, sedangkan pada posisi manajer menggunakan pendekatan restitusi. Dulu saya berfikir saya sudah menerapkan pendekatan restitusi, namun saya seringkali masih memaparkan tentang untung rugi Ketika melaksanakan suatu kegiatan.

Penerapan segitiga restitusi yang sudah saya lakukan sebelum mempelajari modul.

Saya sudah menerapkan segitiga restitusi dalam penanganan masalah murid. Namun segitiga restitusi ini berebda dengan segitiga restitusi yang diharapkan oleh modul. Tahap yang saya gunakan sudah tepat, namun saya masih cenderung menggunakan pertanyaan yang mengarah kepenghargaan dan hukuman, selain itu saya masih mendominasi dalam pelaksanaan segitiga restitusi ini sehingga hasil yang diapatkan cenderung merupakan “paksaan” dari pemikiran guru, bukan pemikiran murid. Mungkin ini menjadi salah satu lasan mengapa budaya positif disekolah belum terlaksana dengan baik.

Hal yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positifi dilingkungan sekolah menurut saya.

Saya tertarik dengan konsep bahwa jika kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi maka manusia tersebut akan bertindak diluar nilai Kebajikan untuk mendapatkan kebutuhannya. Saya ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak tentang cara seorang guru dapat mengetahui kebutuhan dasar murid yang belum terpenuhi. Metode yang dapat digunakan dan akurat terhadap murid yang cenderung pasif Ketika berinteraksi dengan teman maupun gurunya.

 


Rancangan Tindakan Aksi Nyata

 

Judul              : Pembuatan Keyakinan Kelas

Peserta           : Kelas XII-2

 

A.    Latar Belakang

Di kelas XII-2, penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan kondusif bagi murid dalam menghadapi tantangan akademik dan perkembangan pribadi. Untuk mencapai hal ini, diperlukan kesepakatan bersama yang bisa menjadi panduan dalam berinteraksi dan berperilaku. Oleh karena itu, pembuatan keyakinan kelas menjadi langkah awal untuk membentuk budaya kelas yang positif, di mana setiap murid merasa dihargai dan bertanggung jawab.

B.    Tujuan

1. Membangun kesepahaman bersama antara guru dan murid mengenai nilai-nilai yang akan dipegang dalam proses pembelajaran.

2. Mendorong murid untuk berpartisipasi aktif dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian murid melalui pembuatan dan penerapan keyakinan kelas.

4. Membentuk karakter murid yang sesuai dengan nilai-nilai kesepakatan bersama.

C.    Linimasa Tindakan

1. Pengantar dan Diskusi Awal

   - Perkenalan konsep keyakinan kelas kepada murid.

   - Diskusi terbuka mengenai nilai-nilai yang ingin dipegang dalam kelas.

   - Pengumpulan ide dan masukan dari murid.

2. Perumusan Keyakinan Kelas

   - Penyusunan draft keyakinan kelas berdasarkan masukan murid.

   - Diskusi untuk finalisasi dan persetujuan bersama mengenai keyakinan kelas.

   - Pengesahan keyakinan kelas oleh seluruh murid dan guru.

3. Implementasi dan Sosialisasi

   - Penyebaran keyakinan kelas dalam bentuk visual di dalam kelas.

   - Sosialisasi penerapan keyakinan kelas dalam kegiatan belajar sehari-hari.

 4. Evaluasi dan refleksi

   - Refleksi bersama mengenai penerapan keyakinan kelas.

   - Perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan.

   - Evaluasi lanjutan untuk mengukur keberhasilan dan dampak dari penerapan keyakinan kelas.

   - Diskusi mengenai keberlanjutan penerapan keyakinan kelas.

D.    Tolak Ukur Keberhasilan

1.     Bukti Tertulis:

   - Dokumen keyakinan kelas yang telah disepakati bersama.

2.     Bukti Perilaku:

   - Peningkatan kedisiplinan dan tanggung jawab murid dalam kegiatan kelas.

   - Pengurangan insiden pelanggaran aturan kelas.

   - Adanya feedback positif dari murid terkait suasana kelas yang lebih kondusif.

E.     Dukungan yang Dibutuhkan

1. Alat dan Bahan:

   - alat tulis untuk mencatat ide dan masukan.

   - LCD untuk menampilkan keyakinan kelas.

   - Alat peraga (misalnya, spidol, papan tulis) untuk sosialisasi keyakinan kelas.

2. Sarana dan Prasarana:

   - Ruang kelas yang nyaman untuk diskusi.

   - Akses ke teknologi (proyektor atau komputer) jika diperlukan untuk presentasi.

   - Waktu yang cukup untuk melakukan setiap tahapan dalam rancangan.

 


No comments:

Post a Comment

Koneksi antar materi modul 3.2 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya dan pengimplementasian di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.  a.   ...