Peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah / kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
Berdasarkan Modul yang
sudah saya pelajari baik dari modul 1.1 sampai dengan modul 1.4. saya akan
mengambil peran sebagai seorang manajer dan fasilitator dalam kegiatan
Pembelajaran. Sebagai seorang manajer dan fasilitator, menciptakan budaya
positif dilingkungan sekolah adalah tanggung jawab utama. Budaya positif yang
akan saya kembangkan berlandasan konspe-konsep seperti disiplin positif,
motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, dan
segitiga restitusi. Dalam pelaksanaannya saya tidak akan menggunakan model
hukuman dan penghargaan sebagai alat utama dalam memotivasi murid. Sebaliknya
saya akan mengarahkan motivasi mereka berdasarkan keyakinan dan kemauan dalam
diri setiap murid.
Saya akan menjadikan filosofi KHD sebagai landasan
penting dalam membangun budaya positif disekolah, yaitu dengan menekankan
kolaborasi antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebagai fasilitator saya
akan memastikan semua elemen akan terlibat aktif dalam mendukung Pendidikan
murid. Konsep KHD tentang Ing ngarso sung tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan
Tut wuri Handayani akan saya integrasikan dengan budaya positif disekolah. Saya
akan memberi teladan didepan (Ing Ngarsa Sung Tuladha) dengan menunjukan sikap
adil dan positif. Di Tengah saya akan membangun semangat dengan mendukung murid
dalam menemukan motivasi intrinstik mereka sendiri. Di belakang saya akan
memberikan dorongan dengan menggunakan pendekatan segitiga restitusi yang
memungkinkan murid bertanggung jawab atas Tindakan mereka dan belajar dari
kesalahan tanpa terpaksa.
Sebagai guru penggerak saya memiliki peran menjadi
pemimpin pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada transfer of knowledge
(transfer ilmu) tetapi juga pada pembentukan karakter positif murid. Saya juga
akan menggerakan komunitas praktisi untuk mengembangkan bahkan menemukan
praktik-praktik terbaik yang berpusat pada murid. Dalam hal ini menjadi coach
guru lain dan pendorong kolaborasi sangat penting untuk memastikan bahwa
komunitas akan bergerak Bersama mewujudkan budaya positif. Nilai-nilai Guru
Penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid
akan menjadi panduan saya dalam setiap langkah yang saya ambil.
Saya memiliki visi mewujudkan insan yang bertaqwa,
cerdas, berjiwa wirausaha, dan berwawasan global. Supaya visi ini dapat
tercapai saya akan terus mendorong murid untuk mengembangkan potensi mereka
secara maksimal. Saya percaya dengan menciptakan budaya positif dan
berlandaskan pemikiran Pendidikan dari KHD, saya akan mampu membentuk generasi
yang tidak hanya berprestasi dibidang akademik, namun juga memiliki karakter
yang tahan banting dan mampu menghadapu tantangan global dengan percaya diri.
Refleksi Terhadap
Pemahaman Modul Budaya Positif
Pemahaman Saya tentang
konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu: disiplin
positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan,
posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga
restitusi. Hal-hal yang menarik dan di luar dugaan.
Dari modul 1.4 ini saya
memperoleh banyak pengalaman yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan saya
Ketika menjadi seorang pendidik. Sebelumnya saya memahami bahwa kata disiplin
merupakan aktivitas membuat seseorang menjadi patuh dan mentaati. Dalam konteks
disiplin positif, disiplin berarti sebuah kesadaran diri untuk berperilaku
disiplin. Poin yang perlu digaris bawahi yaitu kesadaran diri atau motivasi
internal. Jika tidak memiliki motivasi internal, maka sesorang perlu orang lain
(eksternal) untuk mendisiplinkan diri. Sesuai dengan pemikiran KHD yang
menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin kuat”.
Kemudian ditegaskan bahwa disiplin disini adalah disiplin diri yang memiliki
motivasi internal. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Diane Gossen.
Pada teori kontrol saya
tertarik dengan pemikiran Dr. William Glasser dalam Control Theory / Choice
Theory. Dari pemikirannya saya mendapatkan Kesimpulan bahwa guru tidak
dapat mengontrol murid, namun muridlah yang memilih untuk patuh terhadap
kontrol atau menolak kontrol tersebut. kemudian penguatan positif dan kritik
juga tidak dapat menguatkan karakter seseorang karena suatu saat dia akan
menyadari kemudian hal tersebut tidak akan efektif lagi. Kemudian saya
mendapatkan pengetahuan tentang 5 posisi kontrol. Gossen berkesimpulan ada 5
posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam
melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat
Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
Manusia bergerak /
berbuat karena memiliki tujuan, jika kita ingin mengubah perilaku manusia /
murid kita tinggal merubah tujuan murid tersebut. pada teori kebutuhan dasar
manusia diketahui bahwa jika salah satu kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi
maka akan memicu respon yang tidak normal dari, seperti perilaku agresivitas,
mengganggu, atau perilaku yang menentang nilai Kebajikan. Dengan begitu salah
satu Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku murid yang tidak
sesuai dengan nilai Kebajikan adalah dengan melihat latar belakangnya kemudian
menganalisis apakah ada kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. Kebutuhan
dasar manusia meliputi, kebutuhan bertahan hidup, penguasaan, kasih sayang dan
rasa diterima, kesenangan, dan kebebasan.
Keyakinan kelas merupakan
kesepakatan yang dibuat oleh warga kelas berdasarkan nilai Kebajikan yang
diyakini dan tidak ada paksaan. Keyakinan kelas berbeda dengan peraturan kelas.
Letak perbedaan yaitu keyakinan kelas memiliki konsekuensi yang disepakati
Bersama sehingga Ketika melaksanakan konsekuensi tersbut murid tidak merasa
terpaksa. Sedangkan peraturan kelas bersifat memaksa dan wajib dilaksanakan.
Segitiga restitusi merupakan
model penanganan murid bermasalah dengan tujuan menemukan Solusi permasalahan
dan tidak mengakibatkan murid merasa dihakimi. Restitusi membantu murid menjadi
lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat
salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untu menyenangkan orang
lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang
yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Segitiga restitusi
meliputi menstabilkan kondisi, validasi Tindakan, dan menanyakan keyakinan.
Hal yang menarik menurut
saya yaitu semua materi yang saya pelajari disini sangat menarik. Tentang
posisi kontrol dimana Ketika kita bertindak sebagai penghukum atau pembuat rasa
bersalah hal ini menyebabkan banyak dampak negative salah satunya murid akan
cenderung menilai dirinya berada diluar dunia berkualitas, melemahkan
mentalnya, dan murid akan terbiasa bertindak dengan motivasi eksternal bukan
dari internal. Tentang kebutuhan dasar manusia, jika kita mampu menganalisis
kebutuhan murid yang belum terpenuhi maka kita dengan mudah dapat menganalisis
Solusi dari permasalahan murid tersebut. keyakinan kelas dan segitiga restitusi
yang menambah wawasan saya dalam menangani permasalahan dalam dunia Pendidikan.
Perubahan yang terjadi
pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun
sekolah setelah mempelajari modul
Perubahan yang terjadi
dalam cara berpikir saya yaitu saya akan lebih dalam dan analitis lagi dalam
memahami dan memaknai permasalahan yang ditimbulkan oleh murid. Saya harus
memahami latar belakang mengapa murid melakukan perilaku yang bertentangan
dengan nilai Kebajikan. Saya juga akan menggunakan pendekatan restitusi untuk
mengetahui latar belakang yang mendorong murid melakukan perilaku tersebut,
dengan harapan dapat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi murid. Saya dulu
berpikir sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada murid,
namun setelah mempelajari modul ini saya merasa baru berpihak pada murid dalam
porsi kecil. Berpihak pada murid tidak hanya pada saat aktivitas kegiatan KBM,
namun juga dalam segala aspek.
Sebagai pendidik saya
cenderung lebih menekankan model penguatan positif dengan model penghargaan dan
hukuman. Setelah mempelajari modul ini saya sadar bahwa model ini hanya mampu
mempengaruhi perilaku murid dalam jangka waktu yang tidak lama. Suatu saat jika
tidak diberikan perlakuan yang sama maka murid tidak akan melakukan Tindakan
sesuai nilai Kebajikan. Kita perlu memunculkan motivasi instrinsik dalam diri
murid sehingga akan bertahan lama, dan ada atau tidaknya penghargaan maupun
hukuman murid tetap melakukan perbuatan sesuai dengan nilai Kebajikan.
Pengalaman yang pernah saya
alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di
lingkup kelas maupun sekolah.
Saya bertugas di sekolah
penggerak, budaya positif sudah diterapkan di sekolah saya. Membuat keyakinan
kelas dan menerapkan pendekatan
restitusi sudah diterapkan.
Perasaan yang saya alami Ketika
mengalami hal yang sudah disebutkan.
Hal yang saya rasakan
pertama kali Ketika mengalami hal tersebut yaitu rasa tidak kurang yakin dan
menolak. Saya merasa pengetahuan dan pengalaman yang sudah saya alami selama
ini berbeda dengan konsep disiplin positif. Saya terbiasa dengan konsep
penghargaan dan hukuman, sehingga Ketika pertama kali mendapatkan pengetahuan
tentang disiplin positif ada pertentangan dalam logika berpikir saya. Namun seiring
perjalanan waktu dan belajar sesuai dengan konsep arahan yang terdapat pada
kurikulum Merdeka saya mulai terbuka menerima konsep ini. Walaupun terkadang
masih muncul kebiasaan lama yaitu metode pendekatan penghargaan dan hukuman
dalam memotivasi murid.
Pengalaman dalam
penerapan konsep-konsep budaya positif yang sudah baik, dan yang perlu
diperbaiki.
Penerapan budaya positif di
sekolah kami sudah berjalan dalam beberapa tahun ini. Setiap guru sudah
menerapkan pembuatan keyakinan kelas dan tidak lagi menggunakan peraturan
kelas, penanganan murid bermasalah juga sudah menerapkan pendekatan restitusi. Hal
yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan adalah kesabaran dan konsistensi dalam
penerapan budaya positif. Sering kali penerapan budaya positif ini menimbulkan
banyak pertanyaan karena tidak serta merta dapat mengubah perilaku murid sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh para guru. Kami para guru juga harus menyadari
mengubah perilaku sesorang dengan pengalaman dimasa lalu yang masih melekat
tentunya tidak mudah, perlu banyak energi dan waktu. Kesabaran dan konsistensi
semua warga sekolah diperlukan dalam perwujudan budaya positif disekolah.
Posisi Kontrol yang saya ambil sebelum mempelajari modul dan setelah mempelajari modul, perasaan serta perbedaanya.
Sekolah penggerak menuntut
saya untuk mengambil posisi sebagai manajer dalam berinteraksi dengan murid. Sebelum
mempelajari modul ini saya berpikir saya sudah mengambil posisi sebagai
manajer, namun setelah saya merefleksikan diri dan melakukan evaluasi saya
cenderung mengambil posisi sebagai pemantau. Setelah mempelajari modul ini saya
akan mulai mengambil posisi sebagai manajer, posisi pemantau sudah baik karena
tetap menciptakan kontrol positif terhadap murid. Namun sebagai seorang guru
penggerak saya akan mengambil posisi manajer sehingga dapat menciptakan dunia
berkualitas untuk murid-murid saya dan mereka juga masuk kedalam duani
berkualitas tersebut. perasaan saya tentunya kaget, karena saya merasa sudah menjadi
manajer namun ternyata cenderung berada pada posisi pemantau. Perbedaan posisi pemantau
dan manajer yaitu pada posisi pemantau masih menggunakan pendekatan penghargaan
dan hukuman, sedangkan pada posisi manajer menggunakan pendekatan restitusi. Dulu
saya berfikir saya sudah menerapkan pendekatan restitusi, namun saya seringkali
masih memaparkan tentang untung rugi Ketika melaksanakan suatu kegiatan.
Penerapan segitiga
restitusi yang sudah saya lakukan sebelum mempelajari modul.
Saya sudah menerapkan
segitiga restitusi dalam penanganan masalah murid. Namun segitiga restitusi ini
berebda dengan segitiga restitusi yang diharapkan oleh modul. Tahap yang saya
gunakan sudah tepat, namun saya masih cenderung menggunakan pertanyaan yang
mengarah kepenghargaan dan hukuman, selain itu saya masih mendominasi dalam
pelaksanaan segitiga restitusi ini sehingga hasil yang diapatkan cenderung merupakan
“paksaan” dari pemikiran guru, bukan pemikiran murid. Mungkin ini menjadi salah
satu lasan mengapa budaya positif disekolah belum terlaksana dengan baik.
Hal yang penting untuk
dipelajari dalam proses menciptakan budaya positifi dilingkungan sekolah
menurut saya.
Saya tertarik dengan konsep
bahwa jika kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi maka manusia tersebut akan
bertindak diluar nilai Kebajikan untuk mendapatkan kebutuhannya. Saya ingin
mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak tentang cara seorang guru dapat
mengetahui kebutuhan dasar murid yang belum terpenuhi. Metode yang dapat
digunakan dan akurat terhadap murid yang cenderung pasif Ketika berinteraksi
dengan teman maupun gurunya.
Rancangan
Tindakan Aksi Nyata
Judul : Pembuatan Keyakinan Kelas
Peserta : Kelas XII-2
A. Latar
Belakang
Di kelas XII-2, penting
untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan kondusif bagi murid
dalam menghadapi tantangan akademik dan perkembangan pribadi. Untuk mencapai
hal ini, diperlukan kesepakatan bersama yang bisa menjadi panduan dalam
berinteraksi dan berperilaku. Oleh karena itu, pembuatan keyakinan kelas
menjadi langkah awal untuk membentuk budaya kelas yang positif, di mana setiap murid
merasa dihargai dan bertanggung jawab.
B. Tujuan
1. Membangun kesepahaman
bersama antara guru dan murid mengenai nilai-nilai yang akan dipegang dalam
proses pembelajaran.
2. Mendorong murid untuk
berpartisipasi aktif dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
3. Menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan kemandirian murid melalui pembuatan dan penerapan keyakinan
kelas.
4. Membentuk karakter murid
yang sesuai dengan nilai-nilai kesepakatan bersama.
C. Linimasa
Tindakan
1. Pengantar dan Diskusi
Awal
- Perkenalan konsep keyakinan kelas kepada murid.
- Diskusi terbuka mengenai nilai-nilai yang
ingin dipegang dalam kelas.
- Pengumpulan ide dan masukan dari murid.
2. Perumusan Keyakinan
Kelas
- Penyusunan draft keyakinan kelas
berdasarkan masukan murid.
- Diskusi untuk finalisasi dan persetujuan
bersama mengenai keyakinan kelas.
- Pengesahan keyakinan kelas oleh seluruh murid
dan guru.
3. Implementasi dan
Sosialisasi
- Penyebaran keyakinan kelas dalam bentuk
visual di dalam kelas.
- Sosialisasi penerapan keyakinan kelas
dalam kegiatan belajar sehari-hari.
- Refleksi bersama mengenai penerapan
keyakinan kelas.
- Perbaikan atau penyesuaian jika
diperlukan.
- Evaluasi lanjutan untuk mengukur
keberhasilan dan dampak dari penerapan keyakinan kelas.
- Diskusi mengenai keberlanjutan penerapan
keyakinan kelas.
D. Tolak
Ukur Keberhasilan
1. Bukti
Tertulis:
- Dokumen keyakinan kelas yang telah
disepakati bersama.
2. Bukti
Perilaku:
- Peningkatan kedisiplinan dan tanggung
jawab murid dalam kegiatan kelas.
- Pengurangan insiden pelanggaran aturan
kelas.
- Adanya feedback positif dari murid terkait
suasana kelas yang lebih kondusif.
E. Dukungan yang Dibutuhkan
1. Alat dan Bahan:
- alat tulis untuk mencatat ide dan masukan.
- LCD untuk menampilkan keyakinan kelas.
- Alat peraga (misalnya, spidol, papan
tulis) untuk sosialisasi keyakinan kelas.
2. Sarana dan Prasarana:
- Ruang kelas yang nyaman untuk diskusi.
- Akses ke teknologi (proyektor atau
komputer) jika diperlukan untuk presentasi.
- Waktu yang cukup untuk melakukan setiap
tahapan dalam rancangan.
No comments:
Post a Comment